Mantan Narapida Korupsi, Mundur Sebelum Dimundurkan

- Redaksi

Rabu, 4 Oktober 2023 - 19:22 WIB

5398 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

 

Oleh: Sulaiman Datu

Keputusan Mahkamah Agung melarang seorang bekas narapidana korupsi mencalonkan diri menjadi calon anggota legislatif adalah keputusan yang seharusnya berlaku sejak awal reformasi.

Terutama setelah negara membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pernyataan perang terhadap praktik rasuah yang mewabah.

Seorang narapidana korupsi boleh saja merasa berhak mendapatkan kedudukan lagi setelah menjalani hukuman. Penjara menjadi tempat “pencucian”, dan setelah keluar, hak-haknya sebagai seorang warga negara memang dipulihkan.

Tapi tidak untuk urusan politik. Jangankan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif atau kepala daerah, duduk menjadi pengurus partai politik, apalagi sebagai ketua partai politik, saja dia tidak berhak. Tapi ini jelas membutuhkan standar etika yang tinggi di saat-saat seperti ini, sulit mencari sosok seperti itu.

Di alam demokrasi setelah rezim Soeharto tumbang, peran partai politik diharapkan menjadi pilar penyangga baru kehidupan bernegara setelah selama ini dikooptasi oleh kekuasaan yang militeristik. Partai politik bertugas untuk menyiapkan kader-kader terbaik untuk memimpin masyarakat, baik di tingkat eksekutif ataupun legislatif.

Setiap kader diberikan hak yang sama untuk bersaing lewat gagasan dan pikiran untuk menghasilkan kehidupan bernegara yang lebih baik dan sejahtera. Partai politik adalah saringan rakyat untuk mendapatkan orang-orang terbaik. Tidak hanya cerdas, namun juga tidak memiliki kecacatan etika.

Hal itu tidak mustahil sepanjang partai politik benar-benar digunakan sebagai tempat kaderisasi. Saat partai politik sampai ke titik itu, maka rakyat dapat belajar berdemokrasi.

Umur reformasi memang masih baru. Di negara-negara yang bertransisi dari model otoriter ke pemerintahan demokratis, butuh waktu lebih lama untuk menghapus budaya militerisme dan otoriter, terutama di partai politik. Bahkan di dunia pendidikan, yang seharusnya menjadi laboratorium demokrasi, budaya senior tidak pernah salah, sebagai salah satu budaya otoriter, masih sangat kental.

Keputusan MA itu adalah bagian dari menghapus budaya yang salah dalam demokrasi. Lewat keputusan ini, diharapkan partai politik benar-benar selektif memilih calon untuk didudukkan sebagai anggota legislatif. Dan alangkah bijaksana jika bekas narapida kasus korupsi mengundurkan diri dari pencalonan, ketimbang dimundurkan.

Penulis adalah mantan Penyelenggara Pemilu (KPU/KIP) Kota Langsa, Aceh 2003 – 2008

Berita Terkait

Perlukah Gayo Lues Lakukan Tawar Negeri?
Mengali Tidak Harus Menambah, Mengurang dan Membagi
Hukum Adat Istiadat Urat Nadi Kehidupan Masyarakat Gayo Lues (Bagian Pertama)
Gayo Lues di Mata Alhudri
Olah Usaha Versi Rentenir
H. Irmawan Kucurkan Dana 152,5 Milyar Lebih ke Gayo Lues
Seri Amalia, Sosok Guru Berprestasi Aceh
Putri Tokoh Gayo Lues MZ Abidin, Ira Wahyuni Sang Profesor

Berita Terkait

Selasa, 6 Mei 2025 - 12:32 WIB

Tingkatkan Literasi, Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Gayo Lues Gelar 8 kegiatan. 

Sabtu, 3 Mei 2025 - 19:06 WIB

Seorang Santriwati di Banda Aceh disekap dan disodomi siswa SMA

Kamis, 1 Mei 2025 - 21:53 WIB

Lantas Polres Gayo Lues Amankan Jalan Terputus Akibat Longsor di Jalur Blangkejeren – Takengon

Kamis, 1 Mei 2025 - 11:45 WIB

Operasi Katarak dan sunatan masal Gratis. PT. GMR Mendapatkan  Apresiasi Masyarakat

Kamis, 1 Mei 2025 - 11:37 WIB

Ringankan Beban Masyarakat. PT GMR Gelar Operasi Katarak dan Sunatan Masal Gratis.

Senin, 28 April 2025 - 14:01 WIB

HUT ke 61. Lapas Blangkejeren Bagikan Sembako Kepada Masyarakat Kurang Mampu

Sabtu, 26 April 2025 - 16:07 WIB

PKK Gayo Lues Diminta Galakan Pekarangan Hidup

Selasa, 22 April 2025 - 10:49 WIB

Kota Tua Blangkejeren Akan dipertahankan ke Asliannya.

Berita Terbaru