Pertama kali menginjakkan kaki dan tekad menoreh ptestasi di Gayo Lues terlihat rumit, bagaikan mengurai benang kusut. Hal ini dipandang sebuah tantangan tersendiri yang harus diupayakan jalan keluarnya.
Tantangan yang muncul datang dari birokrasi. Ditemuka tiga permasalahan yang mengemuka. Pertama, yang menjalankan lini organisasi lebih berperan eselon yang lebih rendah, karena bagi eselon ini diberikan ruang dan akses langsung ke bupati. Kedua, yang menjadi fokus elit birokrasi tertuju pada pengelolaan proyek. Ketiga, minimnya mindset dan kemampuan dalam memikirkan arah pembangunan yang telah digariskan dalam RPJM bupati.
Tantangan lain adalah kebiasaan menilai sesuatu pekerjaan ke arah yang negatif. Para elit dan pemantau kebijakan diberbagai lini sulit memahami dan mengedepankan rasa curiga dari berbagai kebijakan yang dibuat. Tidak adanya check and balence jika ditemukan sesuatu atas kekurang sepahaman atas masalah yg timbul.
Dipihak lain Gayo Lues terlalu lama dininabobokkan oleh perjalanan sejarah. Hal ini menumbuhkan bibit yang disemai akan menjadi sia-sia dalam rangka mengejar pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.
Harapan yang lebih besar adalah ketika elit politik ingin memainkan fungsinya sebagai penerobos dan penyeimbang untuk melakukan politik santun dengan mengedepankan satu tujuan yaitu membawa bahtera Gayo Lues sebagai daerah ekonom dan bermartabat
“Selaku Pj. Bupati yang umurnya hanya setahun jagung ini telah mencoba mengikis permasalahan yang ada, dengan harapan kedepannya hal serupa tidak terulang lagi. Jamur yang menjadi bahteri yang tidak menguntungkan Gayo Lues dapat kita kikis secara berlahan” jelas Alhudri kepada Ara News belum lama ini.
“Waktu saya hanya sebentar di Gayo Lues. Saya tidak dapat berbuat sebagaimana tugas dan fungsi bupati fepenitif. Namun saya berharap kedepan mari kita menyatukan barisan, saling asah dan asuh, sepenanggung dan seperasaan membangun negeri yang kita cintai ini.( Buniyamin)