Gayo Lues adalah dataran tinggi dibawah kaki gunung leuser yang memiliki potensi satwa dan tumbuhan yang beranekaragam, pada saat ini dihuni lebih dari 100 ribu jiwa penduduk dengan luas wilayah 5.5 juta km2 dan produk domestik bruto tahun 2022 mencapai 3.07 triliun rupiah dengan pendapatan perkapita 29.74 juta rupiah per tahun atau dirata-ratakan sekitar 2.5 juta rupiah per kapita per bulan.
Perekonomian wilayah dapat dilihat dari tiga sisi yakni gambaran produksi sektor ekonomi, gambaran penggunaan atau pemanfaatan dan gambaran pendapatan faktor produksi. Menumbuhkan benih ekonomi adalah konsep perkembangan perekonomian, dimana Sumber Daya Alam (SDA) tidak pernah menjadi berkah apabila terperosok skenario berikut (Kolstad dan Wiig, 2009) (1) Kekayaan SDA yang besar membuat negara luput melakukan variasi kegiatan ekonomi, sehingga berakibat kepada punahnya SDA yang dimiliki disebut “Dutch Disease”. (2) Model penataan ekonomi politik desentralisasi yang menonjol adalah praktik rent seeking yang terjadi sesuai desentralisasi ekonomi.
Gayo Lues kaya sumber daya alam, terutama hutan pinus yang sangat luas, potensi pertambangan yang belum tergali dan potensi hutan leuser yang menjadi paru-paru dunia. Secara institusi Gayo Lues baru dibentuk menjadi kabupaten dua dekade yang lalu yakni tahun 2002, yang sudah dipimpin 8 bupati dengan 3 bupati/wakil bupati definitif dan 5 penjabat atau plt bupati. Sejarah perekonomian dalam dua dekade ini bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan berfluktuasi disekitar 4% dengan titik terendah terjadi pada tahun 2020, pada era pandemi covid 19 yakni sebesar 0,88%.
Bagaimana praktek rent seeking dimasa otonomi daerah di Gayo Lues? mengenai hal ini banyak para ahli yang lebih memahami, sedangkan dilihat dari pertumbuhan ekonomi antar masa pemimpinan, bisa dilihat progress yang berbeda antar masa pemerintahan.
Sejarah perekonomian Gayo Lues bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi dalam dua dekade, sektor tersier merupakan yang tertinggi pertumbuhan ekonominya dibandingkan sektor lainnya (perdagangan, transportasi, akomodasi, restoran dan jasa, kemudian diikuti sektor sekunder (manufaktur, utilitas & konstruksi, industri pengolahan, listrik air minum dan konstruksi), sedangkan pertumbuhan sektor primer relatif kecil dan berfluktuasi dengan variasi yang relatif besar (pertanian dan pertambangan).
Dilihat secara teori transformasi ekonomi ditandai dengan proses perubahan struktur perekonomian, yang antara lain ditunjukkan dengan (1) menurunnya pangsa sektor primer (pertanian & pertambangan) (2) meningkatnya pangsa sektor sekunder (industri & konstruksi); dan (3) pangsa sektor tersier (jasa) memperlihatkan kontribusi yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2006).
Sedangkan kondisi Gayo Lues sektor primer dan sekunder memiliki peran sangat dominan dalam perekonomian Gayo Lues sekitar 65%. Peran sektor primer terus menurun, peran sektor sekunder terus meningkat (akan tetapi lamban), peran sektor tersier relatif meningkatnya lebih tinggi. Harapan besarnya sektor industri pengolahan bisa menjadi ‘leading sektor” dalam perekonomian Gayo Lues agar transformasi ekonomi yang ideal bisa berjalan dengan baik.
Peran Gayo Lues dalam perekonomian Aceh hanya 1,59% dan penduduk hanya 1,75% dari total penduduk Aceh (data tahun 2019, BPS) . Walaupun perekonomian Gayo Lues kecil secara kontribusi, tetapi bisa diarahkan “bagaikan segelas air sebagai penghapus dahaga di padang pasir “(artinya: kecil, akan tetapi berperan bila mengembangkan kerjasama regional (konektivitas ekonomi) dengan wilayah Tengah Aceh, Barat Selatan Aceh, Timur Utara Aceh dan Aceh Tengara serta Provinsi Sumatera Utara.
Percepatan transpormasi ekonomi bisa dilakukan dengan (1) melakukan pemilihan sektor ekonomi eksisting yang bisa dikembangkan dengan cepat, sebagai pertimbangan pengganda output yang tinggi, nilai tambah yang tinggi dan menampung kesempatan kerja yang luas (seperti sektor industri) (2) melakukan pemilihan sektor ekonomi yang berpeluang dikembangkan, dengan mempertimbangkan pendapat para ahli dan mempertimbangkan SDA dan SDM yang didukukung dengan penelitian dan pengembangan (contoh: industri hasil pertanian (tusam dan sereh wangi, coklat, kopi dll )
Gayo Lues punya potensi alam leuser yang bisa dimanfaatkan dari sektor primer (pertanian) dan skunder (industri pengolahan hasil hutan ) dan sektor tersier (pariwisata dan budaya (tari saman) untuk penciptaan kesejahteraan. Berbagai perubahan struktur ekonomi secara drastis kadang-kadang tidak sejalan dengan dinamika sosial masyarakat, sehingga dapat terjadi benturan dan konflik antar pembangunan daerah di satu sisi dan masyarakat di sisi yang lain. Pengembangan industri kecil dengan memfasilitasi prasara untuk menyerap produksi harus mulai disiapkan, contoh yang sekarang lagi dikembangkan ada di desa pepelah kecamatan pining, sekelompok ibu-ibu membuat produksi kerupuk yg dikemas seperti produk maicih di Bandung, dengan nama produk “kerawang chips” tapi barangnya belum nampak beredar di Gayo Lues
Akankah Perekonomian Gayo Lues bisa berkembang?, bisa dengan disiplin mengambil langkah kedepan dalam mempercepat perekonomian Gayo Lues (1) kepemimpinan yang tangguh dan kuat dalam pelayanan kesehatan, pendidikan, bisnis, pelayanan untuk masyarakat luas. (2) perencanaan jangka menengah dan panjang diperlukan untuk menyeimbangkan kembali dan memberi energi kembali perekonomian setelah krisis pasca pandemi covid-19 (3) rencana pembangunan sosial ekonomi yang luas dan lengkap termasuk rencana sektor demi sektor dan mendorong ekosistem kewirausahaan agar mampu bertahan, pesan kuncinya “transaksi ekonomi mulai dari sekitar kita mulai dari tetangga terdekat” (4) tingkatkan konektifitas ekonomi dengan kabupaten atau provinsi tetangga (5) percepatan transpormasi ekonomi dengan peningkatan peran sektor industri pertanian (agqro industry).
Jakarta, 6 Agustus 2023.
Penulis: Dr. Ardi Adji adalah Anak Centong, Blangkejeren, Gayo Lues, Aceh, sekarang tinggal di Jakarta,