Oleh: Prof. Dr. Ir Abubakar Karim
Pendahuluan
Sudah menjadi ketetapan bahwa setiap negara harus memiliki rakyat, pemimpin, dan wilayah serta memiliki pranata dan undang-undang atau adat istiadat, termasuk agama. Hal ini bertujuan supaya hidup ini selamat, baik dunia maupun akhirat, aman, tentram, rukun dan damai, Demikian juga sebuah provinsi, kabupaten dan kecamatan maupun kampung-kampung, harus memiliki wilayah administrasi. Rakyat dan pemimpin, termasuk pemerintahan di kampung yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pranata tersebut.
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam di zaman duhulu, sudah pernah merdeka dan berdaulat secara penuh, sampai ke wilayah Gayo Lues bersama wilayah lain. Kemerdekaan itu mulai terusik ketika Belanda menggempur Aceh sekitar tahun 1873 lalu hingga tiba saat reformasi digulirkan. Sebelum Belanda menjajah Aceh, negeri ini sudah merdeka secara keseluruhan bahkan sampai ke bagian lain Sumatera dan Malaka. Bukti kerajaan Islam Samudera Pasai sudah berkembang dengan pesat yang dipimpin oleh 4 orang Sultan yang akhirnya digantikan oleh Sultan Iskandar Muda yang beribukota di Kutaraja (Banda Aceh sekarang).
Empat belas periode dan dipimpin oleh 14 sultan, Kerajaan Aceh sudah mencapai puncak kejayaan/mengalami masa keemasan. Sudah memiliki hubungan Luar Negeri, seperti Thailand, Hindustan bahkan sampai ke negeri Jazirah Arab dan Inggris. Bukti hubungan Luar Negeri, Dinasti Ming yang memerintah di daratan Tiongkok pernah memberi cendera mata berupa Kemerdekaan bangsa Aceh juga dinikmati oleh Suku Gayo Lues secara baik. Bukti kemerdekaan yang diberikan sultan itu telah dimanfaatkan secara optimal oleh
masayarakat Gayo Lues, itulah pranata adat istiadat yang diberi gelar Inget – Atur – Resam – Peraturen
Walaupun penjajah Belanda telah menaklukkan Gayo Lues, hanya di atas kertas, sedangkan kondisi sebenarnya tidak pernah takluk secara mutlak, lihat pranata Adat Istiadat Gayo Lues masih tetap dihayati secara baik. Adat istiadat itu tetap berjalan secara eksis dan dipelihara dengan baik. Tidak heran kalau keberadaannya tetap lestari. Namun sayang, ketika Bangsa Indonesia berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan secara Naional, kelestarian adat istiadat itu mulai terusik. Semakin parah ketika pemerintah orde baru menetapkan UU No. 5 Tahun 1979 yang mengatur pemerintahan mulai dari pusat hingga daerah bahkan sampai ke desa secara seragam yang membidangi adat istiadat terpaksa berubah demi melaksanakan peraturan yang diatur menurut sistem sentralistik.
Urang Gayo Lues seribu tahun silam, telah berhasil menempatkan kemerdekaan itu secara utuh. Buktinya Kejurun Petiambang telah berhasil membentuk aparat pemerintahan untuk seluruh wilayah Gayo Lues. Aparat pemerintahan Gayo Lues telah berhasil menyusun pegangan hidup berbentuk pranata atau adat istiadat yang
diberi nama : Inget – Atur – Resam – Peraturen. Keempat butir pranata ini
adalah materi rujukan atau undang-undang yang tak pernah hilang. Keberadaannya didukung/ dilestarikan di dalam sarak, yaitu suatu kesatuan wilayah yang diberlakukkan ataran yang merujuk Al Qur’anul Karim. Apabila warga telah berhasil menghayati dan mengamalkan pranata tersebut, maka orang itu harus bersikap murip benar kati ikanung edet dan mati hendaklah suci supaya dikandung bumi.
Sarak Opat
Sarak Opat adalah satu kesatuan hukum yang meliputi suatu wilayah yang berisikan Jema Opat. Batas wilayah Sarak Opat ditentukan oleh Dewal Opa. Dewal Opat merupakan daerah pesilangan yaitu daerah penyangga kampung, yang terdiri dari bur – paluh – uken – toa.
Berangkat dari diberlakukannya Undang-undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggro Aceh Darussalam, kembali membuka peluang secara lebar diberlakukannya aturan-aturan yang mengikat secara lokal. Demikian juga orang Gayo diberi hak untuk
menata negerinya dengan aturan-aturan lokal tersendiri. Sejauh ini belum ada peraturan kampung yang lebih efektif, selain kembali ke sistim pemerintahan kampung/lokal, di Gayo Lues disebut Sarak Opat Pengalaman
menunjukkan, Undang-undang No. 5 Tahun 1979 itu pun tidak dapat menandingi keharmonisan sistem pemerintahan Sarak Opat yang berisi jema opat, yaitu; sudere, urang tue, pegawe dan pengulunte.9 Saudere yang berasal dari golongan masyarakat banyak, urang tue merupakan jelmaan dari pemuka masyarakat,Imem di Gayo Lues juga disebut pegawe dan pengulunte disebut kecik, yaitu pimpinan pemerintahan di tingkat kampung.
Keberandaan unsur-unsur yang menjadi anggota dalam pemerintahan Sarak Opat sebagai berikut :
1. Sudere
Sudere pong mupakat (masyarakat kebanyakan teman bermupakat) Mupakat Sara Umah, Mugenap Sara Belah, Mupepakatan Sara Kampunng .Sudere adalah salah satu unsur dari pemerintahan Sarak Opat. Dalam struktur Pemerintahan Kampung, penulis tidak melihat ada unsur masyarakat dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Tidak diketahui secara jelas, kenapa unsur ini dihilangkan. Unsur ini konon menjunjung tinggi demokrasi, unsur saudere personilnya direkrut dari anggota masyarakat.
Dalam sistem Pemerintahan Kampung yang berbingkai Sarak opat unsur sudere tidak boleh anggotanya terdiri dari masyarakat kebanyakan, tidak peduli apakah dia pendatang atau laat yaitu orang kampung lain kawin di kampung istrinya dalam status angkap Pemerintahan Desa yang diatur oleh Kejurun Petiambang, mengajak golongan ini untuk ikut mengendalikan kampung, walaupun dalam kapasitas Genap Mupakat, artinya dibutuhkan kehadirannya untuk memenuhi kuorum dan diharapkan bantuannya untuk melaksanakan hasil permupakatan, sebab walaupun seribu kali keputusan rapat dihasilkan, tidak berarti apa-apa jika tidak ada yang melaksanakannya.
2. Urang Tue
Urang tue musidik sasat menyelidiki, menasehati, membimbing dan mengarahkan Lepas berulo taring berai, salah bertegah benar bepapah, beluh betunung osop beperah, tingkis ulak kubide, sesat ulak kudene, salah ku edet bedolat, salah ku hukum tobat, murip i kanung edet mate i kanung hukum. Secara harfiah orang tue adalah orang yang sudah berumur, tetapi pada hakekatnya urang tue adalah orang yang dituakan, walaupun usianya masih muda. Oleh karena itu urang tue yang menjadi unsur pemerintahan kampung adalah cerdik, pandai, pemuka masyarakat, alim, ulama, dan tokoh-tokoh adat.
Zaman orde baru urang tue mungkin setara Lambaga Musyawarah Desa (LMD), tetapi sayang lembaga itu tidak berfungsi secara efektfif, karena ketuanya dipegang sendiri oleh Kepala Desa maka apapun pekerjaan yang dilakukan tidak ada yang mengawasi, karena itu tidak heran kalau ada bantuan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, langsung selesai ditangani sendiri, sehingga rakyat tidak tahu kalau haknya tidak pernah diterima. Ambil contoh subsidi desa yang berjumlah jutaan rupiah, tidak pernah diketahui oleh rakyat, apalagi dinikmati.
3. Pegawe
Pegawe muperlu sunet (yang mengetahui hukum haram, halal, makruh dan mubah); Memetih sah urum batal, memetih halal urum haram, memetih makruh urum mubah. Di masa orde baru berkuasa, Pegawe disebut Imem, tetapi di dalam melaksanakan tugas, seorang Imem itu hanya sebagi kaki tangan Kepala Desa, artinya harus tunduk kepada arahan dari Kepala Desa. Berbeda dengan seorang Imem di zaman kekuasaan Sultan atau pemerintahan Sarak Opat. Seorang Imem diberi tanggung jawab penuh untuk mengurus kemashalatan agama, mulai dari urusan ibadah sampai kepada urusan harta agama. Kepala Desa hanya sekedar mengetahui saja bahwa urusan yang dipercayakan kepadanya sudah selesai dilaksanakan.
Undang-undang No. 18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga menghendaki seorang Imem yang bijaksana dan bertanggung jawab penuh kepada Allah, Kepala Desa, umat dan kepada masyarakat.
4. Pengulunte
Pengulunte musuket sipet yang memutuskan sesuatu atas dasar keadilan Nyuket ku are gere naeh rancung, nimang ku neraca gere naeh alihen; Are ken penyuket, seta ken penyipet, neraca ken penimang; Ke senare nge mahat opat kal, ke seneta nge mahat roa jengkal. Kekunul ni are adil-kasih-benar-suci; Pilih urum panang, Rasa urum timang; Edet mujtihat, hukum mubesa. Sifat pengulunte adil-kasih dan sifat pegawe benar-suci.
Di zaman orde baru, pengulunte atau kecik disebut Kepala Desa, sedangkan di zaman pemerintahan sultan di sebut gecik. Andaikan kata Kepala Desa yang seharusnya diganti menjadi gecik (sekarang pengulu), masih relevan dan di percaya serta didukung oleh masyarakat di desa itu, tidak usah dipilih ulang atau diganti, asal mampu menerapkan sistem pemerintahan kampung secara lokal seraya menerapkan paradigma baru hasil kerja DPR hasil pemilu 1999, yakni UU No. 22 Tahun 1999 yang jelas diberi hak kepada daerah untuk mengatur daerahnya sendiri.
Begitu bijaksananya pemimpin negeri Gayo Lues di bawah kepemimpinan Kejurun Petiambang mengatur negeri yang kejadiannya sudah berlangsung ratusan tahun silam. Oleh karena itu memang layak kalau Sultan Aceh memberi Anugrah dengan pangkat Kejurun Petiambang.
Demikian orang tua dahulu mengatur orang-orang yang patut diberi tugas mengelola negeri ini, sehingga tidak ada satu pihakpun yang merasa dikecilkan. Hal ini terbukti bahwa leluhur tempo dulu telah berhasil meraih kemakmuran yang pada gilirannya diperoleh kesejahteraan karenanya yang namanya kesenjangan, tidak pernah ditemukan.
Edet
Edet (adat) terbagi atas 4, yang terdiri dari:
• Edet sebenar edet. Edet sebenar edet dimanapun dan kapanpun tidak bisa berubah. Emas berpuro-malu beruang, Koro beruer-ume bepeger.
• Edet Istiedet. Edet istiedet merupakan peraturan yang dapat dibuat berdasarkan musyawarah dan mufakat dalam satu wilayah tertentu dan berlaku hanya untuk wilayah itu saja.
• Keedeten. Keedeten merupakan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi sehari-hari dan sudah turun temurun.
• Edet Jahiliyah. Edet Jahiliyah merupakan perbuatan atau pergaulan bebas atau perbuatan sumang; Koro gere beruer-ume gere bepeger.
Dalam tatanan pemerintahan Sarak Opat Gayo Lues hukum dalam adat istiadat diimplementasikan dalam bentuk Inget – Atur – Resam – Peraturen yang merupakan kepemilikan jema opat.
1. Inget ari reje/pengulunte artinya inget dimiliki oleh reje. Inget gere naeh pipet, Atur gere naeh bele.
2. Atur tersusun menurut tertibnya peraturan, simule i mulen – si puren i purenen.
3. Resam merupakan peraturen hukum bidang tertentu seperti resam berume.
4. Peraturen merupakan hal umum mencakup juga inget – atur – resam – peraturan. Dalam implementasinya peraturen merupakan undang-undang pada masa kini.
Struktur Pemerintahan Reje Gayo Lues
Dalam wilayah kesultanan Aceh Darussalam (Sultan Iskandar Muda) wilayah Gayo- Alas terdiri dari 7 kejurun, yaitu 3 kejurun di Aceh Tengah (Kejurun Syiah Utama, Kejurun Bukit, dan Kejurun Bebesen), 1 kejurun di Gayo Lues yaitu Kejurun Petiambang, 2 kejurun di Tanah Alas yaitu Kejurun Bambel dan Kejurun Pulonas, dan 1 kejurun di Lukup Serbajadi yaitu Kejurun Nabuk.
Kejurun Petiambang
Kejurun Petiambang merupakan pimpinan tertinggi di dalam struktur pemerintahan di Gayo Lues sebelum penjajahan Belanda hingga Indonesia Merdeka. Kejurun Petiambang menyediakan diri sebagai wadah untuk menampung segala titah dan perintah yang turun dari Sultan Aceh supaya dilaksanakan untuk kepentingan lapisan bawah.
1. Siopat
Siopa merupakan Reje-reje yang memerintah di wilayahnya masing-masing dan berada di bawah Kejurun Petiambang. Reje-reje tersebut meliputi :
a. Reje Gele
Reje Gele (Blangkejeren sekarang) bermukim di Kampung Gele terletak di bagian Selatan Kampung Penampaan dan membawahi sejumlah kampung yang berstatus Sarak Opat dan satu wilayah Reje Cik, yaitu Reje Cik Porang.
b. Reje Bukit
Reje Bukit (Blangkejeren sekarang), bermukim di kampung Bukit, terletak di bagian Timur Kampung Penampaan membawahi beberapa kampung yang masing-masing kampung mempunyai Sarak Opat dan satu wilayah Reje Cik, yaitu Reje Cik Kute Lintang.
c. Reje Rema
Reje Rema (Kuta Panjang sekarang) adalah Reje yang memerintah rakyat di wilayah Tige Sagi si Waluh Kampung. Kebetulan Reje berdomisili di Kampung Rema. Wilayah kekuasaannya terdiri dari 8 Kampung. Kedelapan kampung ini masing-masing mempunyai pemerintahan Sarak Opat dan tiga wilayah Reje Cik, yaitu Reje Cik Gegarang, Reje Cik Tampeng, dan Reje Cik Peparik.
d. Reje Kemala
Reje Kemala (Rikit Gaib dan Terangun sekarang) mendiami wilayah sekitar 15 km ke arah Utara kampung Penampaan, yaitu Kecamatan Rikit Gaib dan Terangun sekarang. Kampung-kampung yang berada di bawah binaan Reje Kemala masing-masing mempunyai pemerintahan Sarak Opat dan dua wilayah Reje Cik, yaitu Reje Cik Kemala Derna dan Reje Cik Pudung.
Reje berempat, biasa juga disebut Siopat<, dipercaya oleh kejurun untuk mengingat hal penting mengenai tata cara untuk besinte (berhelat/pesta). Urusan besinte kalau di Gayo Lues yang telah digariskan oleh adat istiadat, sangatlah rumit dan pelik. Banyak sekali jenjang atau tahapan-tahapan yang harus di tempuh oleh kedua belah pihak yang akan berhelat. Maka, apabila yang mau besinte lupa sesuatu yang harus dipenuhi, maka tempat bertanya hanya Reje berempat atau Siopat. Walaupun ada orang yang tahu, tetapi tidak dianggap sah sebelum Siopat yang memberi tahu.
2. Sipitu
Kejurun Petiambang dibantu tujuh orang (Sipitu) Reje Cik. Di samping berfungsi sebagai Perdana Menteri, juga masih menjabat pangkat sebagai Reje Cik. Masing-masing Reje Cik berada dalam binaan atau wilayah administrasi keempat Reje (siopat). Ketujuh Reje Cik tersebut adalah :
a. Reje Cik Porang
Reje Cik Porang bermukim di Kampung Porang yang terletak di bagian Barat Kampung induk, yaitu Penampaan dengan pemerintahan Sarak Opat.
b. Reje Cik Kutelintang
Wilayah kerja Reje Cik Kutelintang terletak di bagian Utara Kampung Penampaan pada saat kerajaan Mekat Jemang bermukim. Reje Cik Kutelintang membawahi beberapa kampung besar yang diperintah oleh Sarak Opat.
c. Reje Cik Gegarang
Wilayah kerja Reje Cik Gegarang terletak di bagian Barat Kampung Penampaan. Reje Cik Gegarang membawahi beberapa kampung besar yang diperintah oleh Sarak Opat.
d. Reje Cik Tampeng
Wilayah kerja Reje Cik Tampeng terletak di bagian Barat Kampung Penampaan. Reje Cik Tampeng membawahi beberapa kampung besar yang diperintah oleh Sarak Opat.
e. Reje Cik Peparik
Wilayah kerja Reje Cik Peparik terletak di bagian Barat Kampung Penampaan. Reje Cik Peparik membawahi beberapa kampung besar yang diperintah oleh Sarak Opat.
f. Reje Cik Kemala Derna
Reje Cik Kemala (Kecamatan Rikit Gaib sekarang) mendiami wilayah sekitar 15 km ke arah Utara Kampung Penampaan, yaitu Kecamatan Rikit Gaib sekarang. Kampung-kampung yang berada di bawah binaan Reje Cik Kemala Derna masing-masing mempunyai pemerintahan Sarak Opat.
g. Reje Cik Pudung
Reje Cik Pudung (Kecamatan Terangun sekarang) mendiami wilayah sekitar 42 km ke arah Barat Kampung Penampaan, yaitu Kecamatan Terangun sekarang. Kampung-kampung yang berada di bawah binaan Reje Cik Pudung masing-masing mempunyai pemerintahan Sarak Opat.
Ketujuh orang Reje Cik ini, selain bertugas sebagai Reje Cik, kejurun memberi tugas tambahan sebagai Perdana Menteri yang selalu mendampingi kejurun ketika menjalankan tugas. Bukan itu saja, malah ditambah dengan tugas lain, yaitu sebagai juru ingat, mungkin jabatan sekarang ini bernama juru arsip atau Sekeretaris Negara.
3. Siopat Belas
Siopat Belas adalah personil dari Raja Cik yang tujuh (Sipitu), yaitu satu orang Petue dan seorang Ulu Balang sehingga lahir sebuah istilah berbunyi; Siopat Mukawal, Sipitu Mudunie, dan Siopat Belas Mujajahan. Artinya, Raja berempat memiliki wilayah atau daerah yang harus di kawal atau diamankan, sementara Reje Cik yang tujuh memiliki lahan atau areal yang tidak boleh dicampuri oleh semacam anasir yang dapat melahirkan bala bencana, sedangkan Siopat Belas (masing-masing Reje Cik mempunyai dua orang petugas tetap, Petue dan Ulu Balang) yang memikul kewajiban menyelesaikan masalah yang timbul dalam wilayah kekuasaaan yang berpencar dan luas. Petue sebagai penasehat dan Ulu Balang adalah kepala keamanan di daerah kekuasaan masing-masing.
4. Reje Bedel
Di zaman Kejurun Petiambang memerintah, Wilayah Tampur atau Lukup Serbajadi adalah bagian dari Wilayah Gayo Lues. Buktinya, Kejurun Petiambang pernah menugaskan seseorang sebagai Raja untuk memerintah di sana. Raja tersebut berstatus pengganti, maka menurut bahasa Gayo disebut Reje Bedel. Reje Bedel bertugas atas nama Kejurun Petiambang, karena kejurun harus memberi semacam SK, tetapi waktu itu belum penting mengenai surat menyurat, lalu kejurun memberikan 2 buah Nematan (semacam SK sekarang) yang berasal dari Sultan Aceh. Benda tersebut terdiri dari 1 buah kal(alat ukur ¼ liter) berbentuk sepotong batok kelapa yang mempuyai 7 lubang mata, artinya 7 lubang yang disana bisa tumbuh kecambah kelapa. Satu lagi bernama alat sepit, artinya alat penjepit ketika anak kecil mau disunatkan. Raja Bedel terakhir memerintah disana adalah Reje Bedel Usman atau Aman Bakek.
5. Pining
Wilaya Pining ketika itu masih belum ramai. Kampung masih sedikit jumlahnya, barangkali tidak lebih dari 3 buah kampung lalu disana hanya ada gecik dan perangkatnya yang juga disebut Sarak Opat<span.
6. Imem Pasha
Untuk melengkapi komponen pemerintahan, Kejurun Petiambang melantik orang bernama Pasha sebagai bendahara. Urang Gayo Lues di zaman itu sudah terbiasa menyebut seorang kepala dengan sebutan <Imem. Imem Pasha sejatinya memang keturunan imem pertama yang dipercaya oleh kejurun untuk memimpin dan mengurus Mesjid Asal. Jelasnya orang yang diberi kepercayaan sebagai Kepala Bendahara, bukan Imem untuk sembahyang, melainkan sebagai penghormatan imem adalah sebutan untuk pemimpin.
7. Imem Bale
Aparat perlengkapan Pemerintahan Kejurun Petiambang yang ketujuh diberi gelar Imem Bale, artinya Kepala Rumah Adat yang disebut Bale. Imem Bale sejak awal memang berdomisili di Desa Cempa Bale, yang bernaung di bawah Pohon Sena besar yang rindang serta luas, lalu Rumah Adat yang penting itu diberi nama Bale Sena. Betapapun pentingnya musyawarah yang akan digelar, belum dapat dilaksanakan sebelum ada izin dari Imem Bale. Inipun julukan Imem diberikan kepada seorang pemimpin Rumah Adat.
8. Qadhi Musafat
Perangkat satu ini memegang peranan yang sangat penting. Qadhi Musafat adalah pembantu sekaligus penasehat bagi Kejurun Petiambang. Seorang qadhi bukan saja bertugas memutus perkara yang timbul di kalangan masyarakat dari segala lapisan, bahkan segala sesuatu yang dihasilkan musyawarah, terlebih dahulu digodok di kantor Qadhi Musafat. Keputusan itu disesuaikan terlebih dahulu dengan materi hukum. Mulai dari hukum adat, hukum akal, hukum Syara’, yaitu ketetapan yang bersumber dari sumber Hadist, Ijma’, Qias dan Kitabullah. Kalau masalah itu menyangkut masalah adat istiadat, harus dikembalikan kepada materi adat yang bernama Inget-Atur-Resam-Peraturan.
9. Petue Delem
Petue Delem di zaman Pemerintahan Kejurun Petiambang mungkin kalau sekarang bernama Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Kepala Akal. Biasanya perselisihan yang menjurus kepada pertengkaran serius, seorang Petue Delem harus mampu menyelesaikan dengan baik, berdamai tanpa seorang pun merasa dirugikan. Seorang Petue Delem bukan saja dapat menyelesaikan perselisihan di antara raja-raja Cik, tetapi harus mampu pula mendamaikan perselisihan antara kampung.
10. Hakim Leme
Hakim Leme adalah perangkat tambahan bagi Kejurun Petiambang. Tugasnya hanya setahun sekali, yaitu ketika rakyat Gayo Lues melakukan upacara Niri Tuk Kurik. Niri Tuk Kurik merupakan upacara kebesaran Urang Gayo, biasanya dilakukan menjelang Hari Raya Aidil Fitri, yakni pagi hari menjelang Shallat Id. Seluruh penduduk Gayo Lues tumpah ruah pergi ke sungai di Desa Leme, untuk melakukan acara Niri Tuk Kurik. Acara ini berlangsung dipagi hari mulai pukul 04.00 – 05.00 atau menjelang subuh pada hari raya aidil fitri, dimana semua orang akan melaksanakan sembahyang Hari Raya Aidil Fitri.
Dapat di prediksi, apabila seluruh warga Gayo Lues berhimpun di satu tempat, pasti sangat ramai dan hiruk pikuk, jika sudah demikian, dapat di bayangkan, situasi sangat rentan terhadap bahaya keributan, bahkan munculnya hal-hal keributan, bahkan bisa mengarah kepada kekacauan, maka untuk mengantisipasi munculnya hal-hal yang tidak diingini, maka Kejurun Petiambang memberi kepercayaan kepada seseorang Urang Leme yang diketahui bijak menjadi hakim dan mewakili orang-orang yang membuat onar ketika orang banyak tengah melajukan upacara suci. Memang dalam prosesnya Hakim Leme mampu membuat brigade sebagai laskar untuk menjaga keamanan di sekitar lokasi Niri Tuk Kurik.
11. Kejurun Belang
Kejurun Belang adalah satu unsur pemerintah Kejurun Petiambang yang tugasnya khusus mengurusi bidang pertanian. Kapan waktu baik untuk memulai turun ke sawah, hanya kejurun belanglah yang tahu. Tidak ada terjadi pelanggaran antara pemelihara hewan dengan pemilik tanaman, hanya Kejurun Belang yang percaya untuk menyelesaikannya.
12. Ulu Balang
Untuk seluruh Gayo Lues ada 14 Ulu Balang, tepatnya, setiap satu orang Reje Cik memiliki 2 orang Ulu Balang. Ulu balang bisa bertugas sebagai kepala keamanan dan pertahanan dan satu waktu bisa juga untuk melaksanakan tugas, misalnya Raja Cik meminjamkan salah satu Nematan milik khas Raja Cik kepada Ulu Balang.
Demikian uraian tentang Pemerintah Sarak Opat Gayo Lues di tingkat Kejurun Petiambang. Bila dibandingkan sistem Pemerintahan Sarak Opat dengan Pemerintahan Sentralistis, sungguh sistem Pemerintahan Sarak Opat di Gayo Lues yang cukup lama dipegang teguh runtuh begitu saja dengan penerapan UU No. 5 Tahun 1979. Pertanyaannya, benarkah Urang Gayo telah menghayati dan mengisi kemerdekaan sesuai dengan zamannya dan begitulah situasi di Gayo Lues sejak zaman dahulu hingga tiba waktu bangsa Belanda mengusik kemerdekaan itu. Masih dapat dibanggakan, selam 25 tahun Belanda menguasai negeri ini, tetapi tetap tidak mampu mencampuri urusan pemerintah Sarak Opat di Gayo Lues. Sistem Pemerintahan Sarak Opat di Gayo Lues, mulai tergusur setelah Pemerintah Pusat pada masa Orde Baru menetapkan UU. No. 5 Tahun 1979 yang mengatur pemerintahan Daerah dengan sistem sentralistik. Dimana dari pusat hingga ke kampung-kampung harus tunduk kepada satu peraturan yang digarap oleh pimpinan tertinggi Orde Baru. Tidak perduli apakah peraturan itu merusak kultur dan kebudayaan sesuatu suku, yang penting semangat dan jiwa kebersamaan harus diutamakan.
Setelah kita tahu tentang sistem pemerintah demokratis, baru disadari bahwa Urang Gayo Lues telah lebih dahulu mengatur negeri ini dengan sistem demokrat secara luas.
Kepada semua anak negeri Urang Gayo, agar dapat menyadari dan terus mempelajari sejarah keberadaan Urang Gayo, kemudian menjadikan perbandingan antara pemerintah sistem Sarak Opat dengan sistem UU. No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomo Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Makalah disampaikan pada : Seminar Sistem Pemerintahan Sarak Opat Adat Gayo, Takengon, 29 – 30 November 2004.