Oleh : Buniyamin S
Dalam kata Bahasa Gayo banyak dijumpai istilah yang bermakna larangan. Seperti “KEMALI”, ini sindiran halus yang menyatakan sebuah larangan. Ada juga kata “PANTANG”, agar tidak dikerjakan dan lain-lain.
“Nti Pesompong i Pintu”, juga sebuah cermin yang identik dengan sifat maupun karakter. Seperti karakter “Ike Nge Jemput Nti Jerngom” artinya memadai apa yang sudah diraih, jangan terlalu rakus.
Secara leterleg, kata ” Nti Pesompong i Pintu”, bukanlah kesukaan seseorang secara kasat mata suka duduk di depan pintu, namun lebih kepada sindiran halus betapa Bahasa Gayo kaya akan makna yang tidak secara serta merta menunjukkan pelarangan atau ketidaksukaan, namun tamsil secara harfiah harus dihindari dari sebuah larangan itu sendiri.
Tamsilan tersebut bisa nimaknai sindiran dari sebuah kenyataan betapa membosankannya seseorang melihat sesuatu, dimana sesuatu itu adalah itu…itu saja tanpa adanya perubahan. Atau bisa dimaknai rasa keakuan yang dia nilai sendiri bahwa dialah hanya seorang.
Maka dalam Bahasa Gayo kita mengenal dengan istilah “MUKEMEL”. Istilah ini merupakan ganjaran atas cermin dan sindiran “Pesompong i Pintu ” tadi.
Jika seseorang sudah mengatakan ” Nti Pesompong i Awah Ni Pintu”, maka naluri Ke’Gayoannya akan lahir sifat “Mukemel” tadi. Artinya tanpa sindiran atau perintah, cermin dan karakter tersebut akan ditinggalkan.
Ada satu faktor dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi lahirnya sifat “Pesompong i Pintu”. Dimana kita mengenal sifat “Panglime”. Terkadang “Pantang” (larangan) kalau sifat seseorang itu bukan pejuang atau panglime. Akibat sifat “Panglime” inilah lahir sifat ego serta keakuan, artinya meyakini dialah yang paling “Panglime” dari ” Panglime” lainnya.
Betapa indahnya makna kata dalam istilah Bahasa Gayo, dimana istilah-istilah tersebut harus diwariskan kepada generasi mendatang sebagai tutur halus, dan lebih dari itu untuk memaknai sebuah larangan sebagai wujud dari rasa “Mukemel”.